Majalah Investor dan Infovesta Utama memberikan penghargaan 36 Reksa Dana Terbaik Tahun 2023, Senin (27/3/2023)
JAKARTA, investor.id- Tahun 2022 seperti menghentikan hat-trick peningkatan nilai aktiva bersih reksa dana di tanah air yang telah terjadi setidaknya selama tiga tahun terakhir.
Intensitas pertumbuhan dana kelolaan yang terjadi sejak tahun 2019 hingga awal tahun 2022 harus dibalik sepanjang tahun 2022 berupa penyusutan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana.
NAB reksa dana domestik tumbuh stabil sejak 2019. Pada akhir Desember 2019 saja, total NAB mencapai Rp542,17 triliun dan meningkat menjadi Rp573,54 triliun pada akhir tahun 2020.
Puncak kenaikan terjadi pada akhir Desember 2021, ketika total NAB reksa dana di Tanah Air sebesar Rp580,14 triliun. Namun di awal tahun 2022, total NAB perlahan menurun setiap bulannya dari Januari 2022 yang sebesar Rp574,63 triliun menjadi Rp508,18 di akhir tahun.
Pengumuman
Menurut Direktur Investasi PT Danareksa Investment Management, Herman Tjahjadi, penurunan NAB tahun lalu merupakan salah satu dampak dari Arahan Produk Asuransi Terkait Investasi (PAYDI).
Baca juga:
Memperkuat literasi bagi investor reksa dana yang percaya diri
Penerbitan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) #5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) akhir-akhir ini menyebabkan realokasi dana reksa dana secara masif. Hal ini terkait dengan adanya aturan dalam SEOJK No. 5 Tahun 2022 yang menyatakan bahwa investasi pada subdana berupa reksadana hanya dapat ditempatkan pada reksadana yang seluruh underlying asset-nya berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia dan/atau surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Menurut Herman, Jemmy Paul Wawointana, CEO PT Sucorinvest Asset Management, mengatakan penurunan dana kelolaan tahun lalu disebabkan banyaknya dana kelolaan yang dialihkan dari reksa dana ke discretionary fund akibat aturan baru PAYDI.
Selain perubahan kebijakan penempatan reksa dana PAYDI yang diatur oleh SEOJK No. 5 Tahun 2022, belum menariknya kinerja pasar obligasi yang menjadi underlying reksa dana pendapatan tetap membuat kinerja reksa dana utang relatif buruk.
Namun, karena penurunan NAB keseluruhan industri reksa dana selama setahun terakhir, investor masih sangat menyukai instrumen ini. Hal ini setidaknya tercermin dari semakin banyaknya pemilik reksa dana dengan Unique Investor Identification (SID) yang terus tumbuh meskipun terjadi penurunan tingkat NAB selama empat tahun terakhir.
Baca juga:
Mandiri Sekuritas menargetkan penghimpunan dana reksa dana Rp 1 triliun
Lihat data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan bahwa jumlah pemegang dana SID pada tahun 2019 sebanyak 1,77 juta, selanjutnya meningkat menjadi 3,17 juta pada tahun berikutnya dan meningkat dua kali lipat menjadi 6,8 juta investor. Di tengah penurunan NAB keseluruhan pada tahun 2022, jumlah pemegang nomor SID reksa dana kembali meningkat sekitar 50% menjadi 9,6 juta. Sementara itu, jumlah pemegang SID pada Januari 2023 kembali meningkat menjadi 9,7 juta.
Peringkat dana publik 2023
Situasi yang cukup menantang pada tahun lalu, tidak serta merta membuat manajer investasi (IM) lengser dan tidak mampu menawarkan produk reksa dana unggulan yang dapat membantu investor menambah nilai reksa dananya.
Menurut data PT Infovesta Utama, mitra Majalah Investor dalam Best Mutual Fund Awards tahun ini, terdapat 36 produk reksa dana yang terdiri dari Reksa Dana Pendapatan Tetap, Reksa Dana Pasar Uang, Reksa Dana Saham, Reksa Dana Mix dan Index ETF Fixed US. Dollar yang patut mendapat tepuk tangan. 36 produk tersebut adalah 19 persiapan MI.
Parto Kawito, Managing Director PT Infovesta Utama, mengatakan peringkat reksa dana dibedakan antara reksa dana saham, campuran, pendapatan tetap, pasar uang dan pasif ETF/indeks saat menilai produk reksa dana. “Itu terjadi ketika Anda menganggap bahwa setiap kelompok memiliki karakter yang sangat berbeda,” ujarnya.
Produk dana ritel campuran memiliki fleksibilitas paling tinggi di antara kelompok dana ritel. Fleksibilitas inilah yang membuat karakter produk reksa dana campuran satu dengan produk reksa dana campuran lainnya sangat berbeda. Artinya portofolio investasi yang dirumuskan dalam produk ini bisa sangat bervariasi. Misalnya, produk yang terdiri dari 10% saham dan 90% obligasi jelas sangat berbeda dengan produk yang terdiri dari 90% saham dan 10% obligasi.
Baca juga:
Pelanggaran meningkat, OJK minta PUJK perkuat perlindungan konsumen
Untuk itu, produk reksa dana campuran terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok konservatif, moderat, dan agresif. Selama ini istilah investor konservatif sering digunakan untuk investor yang kurang berani mengambil risiko. Sedang untuk investor dengan tingkat keberanian sedang. Sebaliknya, investor agresif ditujukan untuk investor pencari risiko atau pengambil risiko.
Ketiga kategori tersebut diberi peringkat berdasarkan alokasi persentase. Reksa dana campuran konservatif dengan alokasi di bawah 40%, kelompok menengah (alokasi di atas 40% hingga 60%) dan kategori agresif (alokasi di atas 60%).
Indeks Sharpe
Saat memilih reksa dana, investor sering melihat berapa banyak pengembalian yang dihasilkannya. Namun, seperti yang disarankan MI, investor sebaiknya tidak hanya melihat imbal hasil. Investor harus mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul. Selain itu, kredibilitas manajer investasi juga harus diperhatikan.
Penilaian IM sebagai fund manager tentu tidak bisa diabaikan. Anda perlu melihat kesehatan MI. Siapapun manajemen dibalik MI, siapapun pemegang sahamnya, bisa dipercaya atau tidak. Yield menjadi pertimbangan penting saat memilih produk reksa dana. Namun selain itu, penilaian terhadap IM juga tidak kalah pentingnya.
Dalam klasifikasi reksa dana ini, penilaian kinerja reksa dana didasarkan pada risk-adjusted return (RAR). Selain itu, terdapat kriteria pertumbuhan unit penyertaan. RAR dihitung menggunakan rumus Sharpe Ratio yang dimodifikasi.
Baca juga:
OJKB segera menetapkan pembatasan perdagangan era pandemi
Mengingat pentingnya elemen pendapatan terhadap kinerja reksa dana, maka elemen ini mendapat bobot penilaian yang lebih tinggi (70%) dibandingkan dengan pertumbuhan holding reksa dana (30%). Kinerja reksa dana dievaluasi dalam tiga periode waktu, yaitu satu tahun, tiga tahun, dan lima tahun. Khusus reksa dana saham, ada valuasi untuk jangka waktu 10 tahun. Berdasarkan jenisnya, reksa dana dibagi menjadi lima jenis: reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana campuran, reksa dana pasar uang, dan reksa dana dolar.
Reksa Dana Pilihan
Seperti disebutkan sebelumnya, 19 IM mampu menghasilkan 36 produk reksa dana unggulan yang dinilai mampu memaksimalkan pengembangan dana investor. Dari kesemua nama tersebut, PT Sucorinvest Asset Management menjadi MI dengan podium terbanyak, menambah 11 penghargaan untuk 10 produk yang diluncurkan.
IM selanjutnya yang meraih podium lebih banyak adalah PT Sinarmas Asset Management yang meraih 7 penghargaan dalam 3 produk reksa dananya. Diikuti oleh PT Ciptadana Asset Management yang meraih 5 penghargaan untuk 4 produknya. Sedangkan PT Setiabudi Investment Management berhasil mengumpulkan 4 penghargaan dari 3 produk reksa dana canggihnya.
Sementara itu, PT Trimegah Asset Management dan PT Syailendra Capital berbagi podium sebagai IM penerima 3 penghargaan yang diterima masing-masing untuk 3 produk dan 2 produk yang diumumkan.
Sebanyak 5 MI harus puas dengan pembagian posisi karena meraih 2 penghargaan. Mereka adalah: PT Avrist Asset Management, PT Capital Asset Management, PT Kisi Asset Management, PT Panin Asset Management dan PT Valbury Capital Management.
Baca juga:
OJK: NIM tinggi bukan cerminan inefisiensi ekonomi
Omong-omong, mereka hanya mengirimkan produk pemenang penghargaan. Mereka adalah: PT BNI Asset Management, PT Danakita Investama, PT Henan Putihrai Asset Management, PT Insight Investments Management, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), PT Shinhan Asset Management Indonesia dan PT Net Assets Management.
Potensi reksadana
Bagaimana perkembangan industri reksa dana di Indonesia tahun lalu dan tahun depan? Industri reksa dana di dalam negeri dirugikan oleh kebijakan suku bunga, jatuhnya harga saham, dan terutama hilangnya kepercayaan terhadap pengelolaan reksa dana oleh investor institusi.
Jumlah investor reksa dana meningkat secara signifikan sejak awal pandemi. Pada tahun 2021, terdapat 6,8 juta investor reksa dana, naik dari 3,2 juta pada tahun 2020. Jumlah investor reksa dana kembali meningkat menjadi 9,6 juta pada tahun 2022 dan 9,9 juta pada Februari 2023. Dari tahun 2020 hingga Februari 2023, jumlah investor meningkat tiga kali lipat.
Sekitar 58,6% adalah investor berusia di bawah 30 tahun, sedangkan 22,6% berusia antara 30 dan 40 tahun. Sekitar 81% investor reksa dana berusia 40 tahun atau lebih muda atau milenial.
Namun, nilai aset bersih (NAB) reksa dana tidak meningkat seiring bertambahnya jumlah investor. NAB reksa dana adalah Rp 509 triliun pada Februari 2023, dibandingkan dengan Rp 578 triliun pada 2021. NAB reksa dana saat ini kembali seperti pada 2018.
Penurunan NAB terbesar diamati pada dana ekuitas. Pada Februari 2023, NAB reksa dana saham sebesar Rp103 triliun, turun sebesar Rp133,4 triliun atau 23% dari Rp274 triliun di tahun 2014. Penurunan juga terjadi pada reksadana lindung nilai.
“Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan NAB reksa dana dan kondisi ini perlu mendapat perhatian dan perbaikan,” kata Pengamat Dana Investasi dan Pemimpin Redaksi.investor harian,Dorimulus pertama.
Faktor-faktor tersebut adalah; Pertama, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia pada tahun 2020 hingga awal tahun 2022. Saat terjadi kelesuan ekonomi dan penurunan daya beli, masyarakat lebih mengutamakan menggunakan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kedua, rendahnya tingkat literasi keuangan. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang dilakukan OJK menunjukkan tingkat literasi keuangan baru mencapai 49,68%, sedangkan inklusi sudah mencapai 85,10%. Terdapat perbedaan sebesar 35,42%. Margin tersebut sedikit lebih baik dibandingkan hasil SNLIK 2019 yang mencapai 38,16%.
Baca juga:
OJK umumkan rencana merger MNC Bank (BABP) dan Nobu Bank (NOBU).
“Masyarakat dengan literasi keuangan yang minim adalah umpan yang mudah bagi para penipu, dari investasi palsu dengan kedok koperasi hingga robot perdagangan dan opsi biner. Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK menemukan total kerugian akibat pergerakan mematikan investasi curang menembus Rp 123,5 triliun pada 2018-2022. Kerugian terbesar yang akan diderita masyarakat akan terjadi pada tahun 2021-2022. Dalam dua tahun ini, kerugian investasi mencapai INR 117,5 triliun. Dan kerugian terbesar akan terjadi pada tahun 2022, mencapai Rp 109,6 triliun. Kalau saja uang itu dimasukkan ke dana masyarakat, masyarakat tidak akan rugi total,” jelas Primus.
Ketiga, literasi juga penting bagi lembaga penegak hukum. Alasan utama kenapa investor institusi besar - dana pensiun dan asuransi - yang berstatus BUMN tidak masuk ke pasar saham dan reksa dana adalah karena takut digugat. Karena kerugian yang belum direalisasi pada akhir tahun dihitung sebagai kerugian aktual. Eksekutif asuransi dan pensiun tidak mau mengambil risiko penjara.
Keempat, terjadinya mis-selling. Perusahaan reksa dana sebaiknya memiliki agen penjual reksa dana (APERD) yang benar-benar memahami keuangan dan investasi. Jangan membuat pernyataan yang berlebihan. Agen penjual hanya menyampaikan potensi keuntungan kepada investornya tanpa mengedukasi mereka tentang potensi risiko dari setiap produk yang ditawarkan.
Kelima, munculnya praktik jual beli (churn fee) dalam kaitannya dengan industri reksa dana dan pasar modal secara umum. Untuk mendapatkan komisi jual beli, beberapa agen penjualan curiga dengan merekomendasikan pengalihan portofolio investasi klien mereka dari satu jenis investasi ke jenis investasi lainnya, mirip dengan perdagangan saham.
Keenam, akibat pelarangan investasi unit link pada reksa dana ritel yang tidak berbasis SBN dan SBI, terjadi pengalihan uang penjaminan menjadi kontrak pengelolaan dana (KPD) atau discretionary fund.
Ketujuh, penting bagi pengelola reksa dana untuk menilai diri sendiri dengan memperbaiki tata kelola. Manajer investasi perlu lebih transparan, akuntabel, jujur dan akuntabel dalam mengelola dana nasabah.
“Dana ekuitas akan memiliki peluang pengembalian yang lebih besar tahun ini. Sedangkan dalam dua hingga tiga tahun ke depan, reksa dana berbasis utang atau obligasi akan memberikan imbal hasil yang lebih baik,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa lebih dari 70% penduduk Indonesia adalah penduduk usia kerja antara 15 hingga 64 tahun. Indonesia menikmati bonus demografi hingga tahun 2040. Jika ekonomi Indonesia dapat berakselerasi lebih dari 6% per tahun selama 17 tahun ke depan, PDB per kapita Indonesia yang saat ini US$4.800 akan meningkat menjadi lebih dari US$12.000.
Reksa dana akan memiliki peluang besar untuk tumbuh. Saat ini, lebih dari 80% investor reksa dana adalah generasi milenial. Saat ini, 88% investor reksa dana berjumlah 9,7 juta adalah mereka yang berpendapatan maksimal Rp 100 juta. Yang berpenghasilan kurang dari Rp. 10 juta mewakili 39% dan mereka yang berpenghasilan Rp. 10 juta menjadi Rp. 100 juta mewakili 49%. Anda akan memiliki penghasilan yang baik.
Editor:Maschud Torik(mashud_toarik@investor.co.id)
Baca berita selengkapnya di bawah iniBERITA GOOGLE
#Reksa Dana Terbaik 2023 #reksa dana terbaik #Infovesta Anlegermagazin # majalah investor Prinsipal #infoinvest #b Semesta
UNTUK BERBAGI
URL berhasil disalin.